Cari Blog Ini

Kamis, 12 Juli 2012

Jokowi Tidak Kebagian Tiket Pesawat

Suatu sore di tahun 2009 tanpa sengaja saya bertemu Jokowi, Walikota Solo di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta. Ia mengenakan kemeja putih, mendorong sendiri traveling bag menuju pintu utama tanpa didampingi ajudan atau pejabat Kota Solo.

Saya merasa heran, mengapa Jokowi harus ke Bandara Adisutjipto untuk terbang ke Jakarta padahal di Solo ada Bandara Internasional Adisumarmo yang tidak kalah mewahnya dan baru diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Saya belum pernah bertemu-muka dengan Jokowi dan tidak kenal dengan beliau sebelumnya, tapi karena penasaran saya sapa Jokowi yang baru turun dari mobil pribadi yang mengantarnya:

Saya: Pak Wali, loh kok Bapak di sini, kenapa tidak terbang dari Solo saja, kan dari sana juga bisa?

Jokowi: Iya Dik, maunya begitu, tapi saya tidak kebagian tiket pesawat di Solo, jadi dari Yogya saja, yang penting tiba dengan selamat to?

Saya: Bagaimana mungkin seorang Walikota Solo bisa tidak kebagian tiket pesawat di daerah sendiri, bukankah biasanya ada jalur khusus untuk pejabat seperti Bapak?

Jokowi: Ha..ha..ha..saya kan bukan orang khusus Dik...lagian tidak enak kalo dikhususkan begitu...

Saya: Lantas, kenapa Bapak ke Jakarta sendirian dan Bapak dorong tas tanpa dibantu ajudan?

Jokowi: Wah Dik malah tambah repot nanti kalo berdua...dan menambah biaya yang tidak perlu...kecuali kalau ada hal yang penting baru biasanya saya ajak kepala dinas atau staf lainnya...

Saya: Wah jarang sekali saya lihat pemimpin seperti Bapak...sederhana dan efektif...

Jokowi: Memang sudah seharusnya begitu Dik, tidak ada yang aneh...ayo kita ke Dunkin Donat dulu sambil menunggu jadwal take off..

Sementara kami berdua minum kopi sebentar, saya masih terheran-heran dan kagum dengan kesederhanaan Jokowi. Saya lihat beliau mengeluarkan tiket dari sakunya, tertera kode yang menunjukkan kelas ekonomi. Rasa kagum saya pun bertambah.

Beberapa waktu kemudian saya mengklik Google dengan kata kunci “Jokowi”, banyak cerita tentang beliau. Diantaranya disebutkan Jokowi selama menjabat Walikota Solo tidak pernah mengambil gajinya, ia hidup dari pendapatan bisnis yang sejak muda ia lakoni. Sementara gajinya dikelola staf untuk membiaya sekolah anak-anak dari keluarga tidak mampu dan membantu kegiatan sosial warga Solo.

Tanggal 11 Juli 2012 prediksi banyak lembaga survei menyebutkan Jokowi berada di urutan pertama dalam perolehan suara terbanyak Calon Gubernur DKI Jakarta. Selangkah lagi ini menjadi kenyataan. Semoga Jokowi membawa perubahan besar bagi Ibu Kota Republik Indonesia.

Kisah Nyata : Dialog SMS Sang Tokoh dan Sang Biograf

Dialog SMS Sang Tokoh dan Sang Biograf (Kisah Nyata)

Sang Tokoh : Berapa harga jasa penulisan biografi?
Sang Biograf: Tergantung seberapa berharga hidup Bapak menurut Bapak sendiri.

Sang Tokoh : Tentu saja sangat berharga dan tak dapat dinilai dengan materi.
Sang Biograf: Demikian pula biografi Bapak, sangat berharga dan tak dapat dinilai dengan materi.

Sang Tokoh : Maksud saya harga jasa penulisannya, berapa?
Sang Biograf: Tergantung seberapa besar Bapak menghargai hidup Bapak sendiri.

Sang Tokoh : Ya ya...saya jadi terpikir sekarang...saya sudah memiliki segalanya: harta, tahta dan wanita...tapi saya seringkali kehilangan makna hidup...terimakasih Anda sudah membantu saya menghargai hidup yang diberikan Tuhan. Saya akan terus berusaha memaknai hidup dengan berbuat yang terbaik untuk setiap orang, siapa saja dan di mana saja. Saya tunggu di rumah ya. Saya akan ceritakan kisah hidup saya selengkapnya. Sekali lagi terima kasih ya.

Sang Biograf: Terima kasih kembali Pak, kehidupan Bapak dan setiap orang adalah pelajaran berharga buat saya untuk hidup yang lebih baik. Sukses selalu ya Pak.

Senin, 09 Juli 2012

Rekomendasi: Buku Hebat dari Penulis Hebat (2)

Stephenie Meyer, novelis yang terkenal di dunia dengan karyanya Twilight Saga mengatakan “Sesungguhnya, semakin dalam kau menekuni dunia tulis-menulis, kau akan menyadari bahwa tidak ada cerita yang benar-benar baru.”
Ia benar, tidak ada cerita yang benar-benar baru. Setiap cerita telah diceritakan, jadi setiap penulis hanya menceritakan dengan cara lain. Itulah salah satu alasan terbesar kita harus banyak membaca ketika menulis. Untuk memperkaya wawasan Anda tentang menulis, saya rekomendasikan buku-buku hebat yang ditulis oleh penulis hebat, sebagai berikut.

1. The Twilight Saga: The Official Illustrated Guide
    Penulis: Stephenie Meyer
    Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

2. Menulis Fiksi Itu Seksi: 1001 Trik Menulis Fiksi dengan Asyik dari Penulis Bestseller
    Penulis: Alberthiene Endah
    Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

3. Kitab Writerpreneur: Jangan (Takut) Jadi Penulis!
     Penulis: Sofie Beatrix
     Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

4. Happy Writing: 50 Kiat Agar Bisa Menulis dengan “Nyasyik”
    Penulis: Andrias Harefa
    Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

5. Chicken Soup for The Writer’s Soul: Harga Sebuah Impian, Para Penulis Berbagi Cerita
     Penulis: Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Bud Gardner
     Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

6. Be A Writer, Be A Celebrity!: The Secrets of Best-Seller Novels
     Penulis: Andrei Aksana
     Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

7.  Mengarang Novel Itu Gampang
     Penulis: Arswendo Atmowiloto
     Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

8.  Mengarang Itu Gampang: Menulis Skenario & Laku
     Penulis: Arswendo Atmowiloto
     Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

9. Menaklukkan Media: Berbagi Pengalaman Menulis Opini & Resensi Buku
     Penulis: Andi Andrianto
     Penerbit: PT Elex Media Komputindo

10. 6 Langkah Jitu: Agar Tulisan Anda Makin Hidup dan Enak Dibaca
     Penulis: Wahyu Wibowo
     Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

11. Goodreads: Komunitas Gila Baca, Tempat Jitu Promosi Buku
      Penulis: Alexius Satyo Widijanuarto
      Penerbit: PT Elex Media Komputindo

12. Ternyata Menulis Itu Mudah dan Menghasilkan Uang
      Penulis: Satria Nova
      Penerbit: PT Elex Media Komputindo

13. Principles of Creative Writing
      Penulis: R. Masrie Sareb Putra
      Penerbit: PT Indeks

14. Lima Langkah Lahirkan Mahakarya: Melejitkan Potensi Diri dengan Biasakan Berkarya
      Penulis: Muhammad Musrofi
      Penerbit: Hikmah (Mizan Publika)

15. Bagaimana Menulis Biografi? Persfektif Jurnalisme
      Penulis: Ana Nadya Abrar
      Penerbit: Emerson

16. Pedoman Menulis Otobiografi
      Penulis: Roy Mungo
      Penerbit: Pustaka Tangga

17. Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller
      Penulis: Edy Zaqeus
      Penerbit: Five Star

18. Taktis Menyunting Buku
      Penulis: Bambang Trim
      Penerbit: Maximalis

19. Karier Top sebagai Penulis
      Penulis: Bambang Trim
      Penerbit: PPM Manajemen 

20. Mind Writing: Memotivasi Seseorang untuk Menulis Lebih Penting daripada Belajar
      Teori Bahasa
      Penulis: Herien Priyono
      Penerbit: Leutika
           
21. Meramu Kisah Dramatis, Menuju Klimaks dalam Cerita
 Penulis: William Noble
 Penerbit: Mizan Learning Center

22. Mencipta Sosok Fiktif yang Memikat dan Dipercaya Pembaca
      Penulis: Orson Scott Card
      Penerbit: Mizan Learning Center

23. Creative Writing: 72 Jurus Seni Mengarang
      Penulis: Dra. Naning Pranoto, M.A.
      Penerbit: PT Primamedia Pustaka (Kelompok Gramedia Majalah)

24. How to Write and Market A Novel
      Penulis: R. Masrie Sareb Putra & Yennie Hardiwidjaja
      Penerbit: Kolbu (MQS Publishing)
 
25. 7 Hari Mahir Menulis Buku Best Seller
      Penulis: M. Mufti Mubarok
      Penerbit: Mumtaz Media (Java Pustaka Group)

26. 88 Kiat Menjadi Penulis Hebat
      Penulis: Syamsa Hawa & Irawan Senda

27. Menulis Itu Gampang
      Penulis: Damien Dematra
      Penerbit: Gerakan Nasional Menulis

28. 200 Ide Gila Menulis Buku
       Penulis: Dewanto Nugroho
       Penerbit: Salamadani

29.  Saya Bermimpi Menulis Buku
       Penulis: Bambang Trim
       Penerbit: Kolbu

30.  Terampil Mengarang
        Penulis: The Liang Gie
        Penerbit: Andi

31.   A Million Miles In A Thousand Years
        Penulis: Donald Miller
        Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

32.   The Art of Stimulating Idea
        Penulis: Bambang Trim
        Penerbit: Metagraf (Tiga Serangkai Group)

33.   Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi
        Penulis: Wijaya Kusumah
        Penerbit: PT Indeks

34.   Be a Brilliant Writer, Kiat Sukses Menjadi Pendekar Pena
        Penulis: Afifah Afra
        Penerbit: Gizone Books (Imprint Indiva Media Kreasi)

35.   TE-WE (Travel Writer): Being Traveler, Being Writer
       Penulis: Gol A Gong
       Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

36.  Genius Menulis: Penerang Batin Para Penulis
       Penulis: Faiz Manshur
       Penerbit: Nuansa Cendekia

37.  Jadi Penulis? Siapa Takut!
       Penulis: Alif Danya Munsyi
       Penerbit: Kaifa (Kelompok Mizan)

38. Menulis di Blog Bisa Bikin Kaya
       Penulis: Trio Sumawung
       Penerbit: PT Indeks

39.  Menulis untuk Dibaca: Feature & Kolom
       Penulis: Zulhasril Nasir, Ph.D.
       Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

40.  Bagaimana Cara Mengarang Novel
       Penulis: Maria A. Sardjono
       Penerbit: PT Pustaka Sinar Harapan

41.  Menulis Super Cepat Secara Otodidak
       Penulis: Reno Raharja
       Penerbit: Laskar Askara

42.  Kiat Sukses Sang Editor
       Penulis: Jhoni Hari Santosa & E. Kosasih
       Penerbit: Yrama Widya

43.  I am A Writer: Panduan Pengembangan Diri
       Penulis. Andrea Tejokusumo
       Penerbit: Sunray Books

44.  Becermin Lewat Tulisan
       Penulis: Mathilda AMW Birowo
       Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

45.  Guru Juga Bisa (me) Nulis
       Penulis: Ismail Kusmayadi
       Penerbit: Tinta Emas Publishing

46.  Proses Kreatif Menulis Cerpen
       Penulis: Hermawan Aksan
       Penerbit: Nuansa Cendekia

47.  Demi Pena dan Apa yang Mereka Tuliskan
       Penulis: Muchtar A.F.
       Penerbit: Yrama Widya

48.  When Author Meets Editor
       Penulis: Luna Torashyngu & Donna Widjajanto
       Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

49.  Duhai Perempuan Menulislah Agar Engkau Semakin Cantik
       Penulis: Reni Nuryanti
       Penerbit: Tiara Wacana

50.  Kekuatan Pena
       Penulis: Eko Prasetyo
       Penerbit: PT Indeks

51.  Penulisan Sastra Kreatif
       Penulis: Heru Kurniawan & Sutardi
       Penerbit: Graha Ilmu

52.  Daripada Bete Nulis Aja!
       Penulis: Caryn Mirriam-Goldgerg, Ph.D.
       Penerbit: Kaifa for Teens

53.  Taruhan Mewujudkan Tulisan
       Penulis: Margaret Atwood
       Penerbit: Jalasutra

Slamet dan Markumi, Potret Kemiskinan di Sekitar Kita


Slamet dan Markumi adalah sahabat saya di masa kecil yang kehidupannya membuka mata hati saya dan memperkenalkan saya pada pedihnya hidup sebagai orang miskin dan betapa berat berjuang melawan kemiskinan.
Pengalaman sehari-hari bergaul bersama dua sahabat ini menjadi kenangan tersendiri bagi saya, diwarnai kisah pedih kehidupan mereka dan indahnya persahabatan kami, yang di kemudian hari menyisakan pertanyaan besar bagi saya, mengapa begitu banyak orang hidup dalam kemiskinan justru di negeri Indonesia yang kaya-raya?   
Slamet, secara alamiah menjadi sahabat karib saya setelah kami dipertemukan dalam pergaulan sehari-hari sebagai siswa pada sekolah yang sama, Sekolah Rakyat Kotabumi, Lampung Utara pada tahun 1960-an. Saat itu, kalau tidak salah, saya sudah duduk di kelas empat dan begitu juga Slamet.
Saya tidak ingat bagaimana persisnya pertama kali kami bertemu, tetapi yang jelas persahabatan kami begitu indah, tanpa jarak pembatas sama sekali, meski saya lebih beruntung karena terlahir dari keluarga pengusaha yang tentu saja hidup serba kecukupan, sementara Slamet, anak seorang janda miskin yang sehari-hari harus berjuang membantu ibunya untuk sekadar menyambung hidup dan membayar uang sekolah.  
Suatu hari, saya melihat Slamet dan ibunya sedang menjual minuman teh di atas kereta api yang sedang bergerak dari Stasiun Kotabumi menuju Stasiun Ketapang. Saya sengaja mencari Slamet karena ia belakangan tidak masuk sekolah dan menemukannya sedang berjualan di atas kereta api. Ibunya sedang menawarkan dagangan ketika seorang pria muncul secara tiba-tiba di hadapan Slamet dan menyerangnya secara brutal. Dari mulut pria itu, saya dengar kata-kata kotor dan makian, sambil berkali-kali meminta Slamet membayar hutang.
Tentu saja saya terkejut melihat kejadian itu, saya ingin menyelamatkan Slamet dari pukulan pria itu, tapi tidak banyak yang dapat diperbuat bocah laki-laki seusia saya kecuali memekik, menjerit sekeras-kerasnya, supaya orang-orang di atas lorong kereta yang melihat kejadian itu menghentikan penganiayaan terhadap Slamet. Ibunya meratap pedih mendapati sang anak dipukul orang karena tidak dapat membayar hutang.  
Saya merasa miris melihat kejadian ini -- seorang sahabat yang sehari-hari bersama-sama mengisi waktu istirahat sekolah dengan canda dan beragam permainan lucu -- di depan mata saya dipukul orang karena tidak dapat membayar hutang, sementara saya tidak berdaya untuk menolongnya.
Kesedihan saya terasa kian dalam merasuk ke hati, setelah mendengar cerita Slamet bahwa ia terpaksa meminjam uang dengan pria itu untuk keperluan mendesak membayar uang sekolah, oleh karena penghasilan ibunya tidak mencukupi untuk itu. Bahkan, uang pinjaman itu pun hanya bisa menutupi sebagian tagihan uang sekolahnya. Saya jadi tahu penyebab ia tidak masuk sekolah belakangan ini, oleh sebab tagihan uang sekolahnya belum terbayar.
Saya belajar dari kejadian ini, alangkah susahnya Slamet untuk bisa sekolah. Saya memang bocah yang awam dengan urusan hutang dan konsekuensinya bila tidak membayar hutang, tapi batin saya bertanya apakah Slamet yang malang harus mendapat perlakuan hina dan menyakitkan seperti itu. Di hadapan orang banyak dimaki-maki dengan kata-kata yang tidak pantas, diminta membayar hutang, lalu dihujani pukulan.
Lantas, hati saya tidak terbendung lagi, jiwa saya memberontak. Saya menjadi sadar, inilah kenyataan hidup yang dihadapi orang miskin dan saya harus berbuat, apapun bentuknya saya akan menolong sahabat saya Slamet.  
Setelah pulang ke rumah, saya lantas melirik tabungan yang selama ini saya sisihkan dari uang saku pemberian orangtua setiap kali saya berangkat sekolah. Esoknya saya temui Slamet untuk pinjamkan uang agar ia bisa bayar utang dan bisa mengikuti pelajaran di sekolah kembali. Slamet terkejut dengan uluran tangan saya, matanya berkaca-kaca. Ia tidak bicara banyak, tapi saya tahu dalam hatinya ia mengucap kata terimakasih dan saya senang sekali membantunya, walaupun jumlahnya tidak seberapa.  
Alhamdulilah, hutang Slamet dengan pria itu sudah lunas dan ia juga bisa kembali bersekolah. Setelah kejadian itu, setiap pagi Slamet dengan setia menunggu saya di depan rumah untuk sama-sama berangkat ke sekolah. Slamet dengan sukarela mendorong sepeda saya ketika kami sampai di jalan yang mendaki, sebaliknya setelah sampai di jalan datar dan menurun Slamet langsung loncat ke sepeda dan duduk di belakang saya. Sungguh indah persahabatan kami.
Tetapi belakangan Slamet tidak masuk sekolah lagi. Saya pikir ia mungkin menghadapi masalah di rumah atau di kereta api, tempat ia sehari-hari mendampingi ibunya berjualan selepas pulang sekolah. Setelah lama tidak ada kabar, saya datangi rumahnya dan Slamet tidak ada di rumah. Saya tanyakan pada ibunya yang sedang duduk termenung seorang diri di rumah mereka, yang sebenarnya tidak layak untuk disebut rumah.
“Bu, kenapa Slamet tidak masuk sekolah lagi? Slamet sedang ke mana?” tanya saya polos.
Ibunya menjawab dengan kalimat pendek ”Slamet wis entek, kelindes sepur. (Slamet sudah habis, terlindas kereta api)”. Saya terkejut mendengarnya, terdiam, dan bulir-bulir air mata saya memenuhi pipi.
Saya amat terpukul dengan “hilangnya” Slamet dari kehidupan saya secara memilukan. Yang menjadi sebab kesedihan saya, perjuangan Slamet untuk sekolah dan menyambung hidup harus berakhir di atas rel kereta api yang menelan hidupnya. Tapi yang menguatkan saya adalah keyakinan bahwa persahabatan kami yang indah itu tetap abadi.
Kisah persahabatan saya dengan Markumi tidak kalah mengharukan dengan cerita tentang Slamet. Bedanya Markumi,  persahabatan kami terjadi karena sering bertemu di kebun dan bermain bersama. Markumi, sahabat saya, berasal dari Ogan Lima, sekitar 3 Km dari Kotabumi, Ibu Kota Lampung Utara.
Ia tinggal di sebuah gubuk bambu di dekat Sungai Way Umban. Markumi rela tinggal sendirian di kebun sepi bermodal cobek untuk menumbuk sambal dan panci serta jaring ikan. Ia harus jauh dari orang tuanya hanya karena di Kotabumi sajalah ada sekolah rakyat pada tahun 1960-an itu.
Persahabatan saya dengan Markumi diwarnai kenakalan layaknya anak-anak. Kami kerap mengisi waktu mandi bersama di sungai yang airnya masih sangat jernih, menangkap ikan, menyabut singkong dan lainnya. 
Untuk dapat bertemu Markumi dan bermain di sungai, tentu saja saya harus diam-diam, tanpa sepengetahuan keluarga, jika tahu rencana saya yang sebenarnya ibu saya pasti tidak mengizinkan.
Setiapkali ibu bertanya pada saya buat apa membawa sebotol kecap? Saya akan menjawab: “Buat bikin masakan sama Ayuk, Mak,” jawab saya berkelit. Padahal kecap itu bekal untuk saya dan Markumi membakar ikan di pinggir sungai, setelah kami berhasil menjerat ikan dengan jaring. Biasanya kami akan mandi sepuasnya di sungai itu setelah acara makan ikan bakar. Sungguh pengalaman bersahabat dengan Markumi penuh kenangan indah.
Namun, entah mengapa belakangan Markumi tidak lagi muncul di sekolah. Ketika saya cari ke gubuk bambu tempat ia selama ini tinggal, gubuk itu sudah kosong. Markumi tiba-tiba hilang dari kehidupan saya sebelum kami bisa sama-sama membangun sukses dalam bisnis dan kehidupan. Saya selalu sedih kerapkali mengingat perjuangannya untuk sekolah, dengan segala keterbatasan hidup. Markumi tinggal di gubuk sendirian dengan makan dan minum seadanya dan bersekolah dengan keadaan serba minim.
Kehidupan kedua sahabat itu terus menyita hati dan pikiran saya, sejak kami bertemu dan sampai saya mendekati senja. Dua pelajaran yang dapat saya petik adalah kedua sahabat saya itu rela melakukan apa saja demi memperoleh pendidikan dan kehidupan yang layak.
Slamet dan Markumi adalah potret kehidupan kaum miskin di sekitar kita. Orang miskin yang hidup di negeri kaya yang semakin hari kian tersisih dari persaingan hidup. Mereka sungguh nyata ada, namun kerap dianggap tidak ada oleh kita. Mereka hanya ditemui ketika akan berlangsung pesta politik, sesudahnya hanya tinggal cerita. Mereka sering tidak dipandang dengan mata dan hati yang terbuka.

(Tulisan ini adalah bagian dari naskah buku “Hidup Miskin di Negeri Kaya: Catatan Pengalaman DR. H.R. MOCHTAR SANY F. BADRIE Presiden Direktur MS Corporation & Penggagas Gerakan SATMAKURA dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan” yang ditulis oleh Zulfikar Fuad dan akan diterbitkan oleh ANDALUCIA Publishing).


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...