Suatu sore di tahun 2009 tanpa sengaja saya bertemu Jokowi, Walikota Solo di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta. Ia mengenakan kemeja putih, mendorong sendiri traveling bag menuju pintu utama tanpa didampingi ajudan atau pejabat Kota Solo.
Saya merasa heran, mengapa Jokowi harus ke Bandara Adisutjipto untuk terbang ke Jakarta padahal di Solo ada Bandara Internasional Adisumarmo yang tidak kalah mewahnya dan baru diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Saya belum pernah bertemu-muka dengan Jokowi dan tidak kenal dengan beliau sebelumnya, tapi karena penasaran saya sapa Jokowi yang baru turun dari mobil pribadi yang mengantarnya:
Saya: Pak Wali, loh kok Bapak di sini, kenapa tidak terbang dari Solo saja, kan dari sana juga bisa?
Jokowi: Iya Dik, maunya begitu, tapi saya tidak kebagian tiket pesawat di Solo, jadi dari Yogya saja, yang penting tiba dengan selamat to?
Saya: Bagaimana mungkin seorang Walikota Solo bisa tidak kebagian tiket pesawat di daerah sendiri, bukankah biasanya ada jalur khusus untuk pejabat seperti Bapak?
Jokowi: Ha..ha..ha..saya kan bukan orang khusus Dik...lagian tidak enak kalo dikhususkan begitu...
Saya: Lantas, kenapa Bapak ke Jakarta sendirian dan Bapak dorong tas tanpa dibantu ajudan?
Jokowi: Wah Dik malah tambah repot nanti kalo berdua...dan menambah biaya yang tidak perlu...kecuali kalau ada hal yang penting baru biasanya saya ajak kepala dinas atau staf lainnya...
Saya: Wah jarang sekali saya lihat pemimpin seperti Bapak...sederhana dan efektif...
Jokowi: Memang sudah seharusnya begitu Dik, tidak ada yang aneh...ayo kita ke Dunkin Donat dulu sambil menunggu jadwal take off..
Sementara kami berdua minum kopi sebentar, saya masih terheran-heran dan kagum dengan kesederhanaan Jokowi. Saya lihat beliau mengeluarkan tiket dari sakunya, tertera kode yang menunjukkan kelas ekonomi. Rasa kagum saya pun bertambah.
Beberapa waktu kemudian saya mengklik Google dengan kata kunci “Jokowi”, banyak cerita tentang beliau. Diantaranya disebutkan Jokowi selama menjabat Walikota Solo tidak pernah mengambil gajinya, ia hidup dari pendapatan bisnis yang sejak muda ia lakoni. Sementara gajinya dikelola staf untuk membiaya sekolah anak-anak dari keluarga tidak mampu dan membantu kegiatan sosial warga Solo.
Tanggal 11 Juli 2012 prediksi banyak lembaga survei menyebutkan Jokowi berada di urutan pertama dalam perolehan suara terbanyak Calon Gubernur DKI Jakarta. Selangkah lagi ini menjadi kenyataan. Semoga Jokowi membawa perubahan besar bagi Ibu Kota Republik Indonesia.
Cari Blog Ini
Kamis, 12 Juli 2012
Kisah Nyata : Dialog SMS Sang Tokoh dan Sang Biograf
Dialog SMS Sang Tokoh dan Sang Biograf (Kisah Nyata)
Sang Tokoh : Berapa harga jasa penulisan biografi?
Sang Biograf: Tergantung seberapa berharga hidup Bapak menurut Bapak sendiri.
Sang Tokoh : Tentu saja sangat berharga dan tak dapat dinilai dengan materi.
Sang Biograf: Demikian pula biografi Bapak, sangat berharga dan tak dapat dinilai dengan materi.
Sang Tokoh : Maksud saya harga jasa penulisannya, berapa?
Sang Biograf: Tergantung seberapa besar Bapak menghargai hidup Bapak sendiri.
Sang Tokoh : Ya ya...saya jadi terpikir sekarang...saya sudah memiliki segalanya: harta, tahta dan wanita...tapi saya seringkali kehilangan makna hidup...terimakasih Anda sudah membantu saya menghargai hidup yang diberikan Tuhan. Saya akan terus berusaha memaknai hidup dengan berbuat yang terbaik untuk setiap orang, siapa saja dan di mana saja. Saya tunggu di rumah ya. Saya akan ceritakan kisah hidup saya selengkapnya. Sekali lagi terima kasih ya.
Sang Biograf: Terima kasih kembali Pak, kehidupan Bapak dan setiap orang adalah pelajaran berharga buat saya untuk hidup yang lebih baik. Sukses selalu ya Pak.
Sang Tokoh : Berapa harga jasa penulisan biografi?
Sang Biograf: Tergantung seberapa berharga hidup Bapak menurut Bapak sendiri.
Sang Tokoh : Tentu saja sangat berharga dan tak dapat dinilai dengan materi.
Sang Biograf: Demikian pula biografi Bapak, sangat berharga dan tak dapat dinilai dengan materi.
Sang Tokoh : Maksud saya harga jasa penulisannya, berapa?
Sang Biograf: Tergantung seberapa besar Bapak menghargai hidup Bapak sendiri.
Sang Tokoh : Ya ya...saya jadi terpikir sekarang...saya sudah memiliki segalanya: harta, tahta dan wanita...tapi saya seringkali kehilangan makna hidup...terimakasih Anda sudah membantu saya menghargai hidup yang diberikan Tuhan. Saya akan terus berusaha memaknai hidup dengan berbuat yang terbaik untuk setiap orang, siapa saja dan di mana saja. Saya tunggu di rumah ya. Saya akan ceritakan kisah hidup saya selengkapnya. Sekali lagi terima kasih ya.
Sang Biograf: Terima kasih kembali Pak, kehidupan Bapak dan setiap orang adalah pelajaran berharga buat saya untuk hidup yang lebih baik. Sukses selalu ya Pak.
Senin, 09 Juli 2012
Rekomendasi: Buku Hebat dari Penulis Hebat (2)
Stephenie Meyer, novelis yang terkenal di dunia dengan karyanya Twilight Saga mengatakan “Sesungguhnya, semakin dalam kau menekuni dunia tulis-menulis, kau akan menyadari bahwa tidak ada cerita yang benar-benar baru.”
Ia benar, tidak ada cerita yang benar-benar baru. Setiap cerita telah diceritakan, jadi setiap penulis hanya menceritakan dengan cara lain. Itulah salah satu alasan terbesar kita harus banyak membaca ketika menulis. Untuk memperkaya wawasan Anda tentang menulis, saya rekomendasikan buku-buku hebat yang ditulis oleh penulis hebat, sebagai berikut.
1. The Twilight Saga: The Official Illustrated Guide
Penulis: Stephenie Meyer
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
2. Menulis Fiksi Itu Seksi: 1001 Trik Menulis Fiksi dengan Asyik dari Penulis Bestseller
Penulis: Alberthiene Endah
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
3. Kitab Writerpreneur: Jangan (Takut) Jadi Penulis!
Penulis: Sofie Beatrix
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
4. Happy Writing: 50 Kiat Agar Bisa Menulis dengan “Nyasyik”
Penulis: Andrias Harefa
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
5. Chicken Soup for The Writer’s Soul: Harga Sebuah Impian, Para Penulis Berbagi Cerita
Penulis: Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Bud Gardner
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
6. Be A Writer, Be A Celebrity!: The Secrets of Best-Seller Novels
Penulis: Andrei Aksana
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
7. Mengarang Novel Itu Gampang
Penulis: Arswendo Atmowiloto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
8. Mengarang Itu Gampang: Menulis Skenario & Laku
Penulis: Arswendo Atmowiloto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
9. Menaklukkan Media: Berbagi Pengalaman Menulis Opini & Resensi Buku
Penulis: Andi Andrianto
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
10. 6 Langkah Jitu: Agar Tulisan Anda Makin Hidup dan Enak Dibaca
Penulis: Wahyu Wibowo
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
11. Goodreads: Komunitas Gila Baca, Tempat Jitu Promosi Buku
Penulis: Alexius Satyo Widijanuarto
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
12. Ternyata Menulis Itu Mudah dan Menghasilkan Uang
Penulis: Satria Nova
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
13. Principles of Creative Writing
Penulis: R. Masrie Sareb Putra
Penerbit: PT Indeks
14. Lima Langkah Lahirkan Mahakarya: Melejitkan Potensi Diri dengan Biasakan Berkarya
Penulis: Muhammad Musrofi
Penerbit: Hikmah (Mizan Publika)
15. Bagaimana Menulis Biografi? Persfektif Jurnalisme
Penulis: Ana Nadya Abrar
Penerbit: Emerson
16. Pedoman Menulis Otobiografi
Penulis: Roy Mungo
Penerbit: Pustaka Tangga
17. Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller
Penulis: Edy Zaqeus
Penerbit: Five Star
18. Taktis Menyunting Buku
Penulis: Bambang Trim
Penerbit: Maximalis
19. Karier Top sebagai Penulis
Penulis: Bambang Trim
Penerbit: PPM Manajemen
20. Mind Writing: Memotivasi Seseorang untuk Menulis Lebih Penting daripada Belajar
Teori Bahasa
Penulis: Herien Priyono
Penerbit: Leutika
21. Meramu Kisah Dramatis, Menuju Klimaks dalam Cerita
Penulis: William Noble
Penerbit: Mizan Learning Center
22. Mencipta Sosok Fiktif yang Memikat dan Dipercaya Pembaca
Penulis: Orson Scott Card
Penerbit: Mizan Learning Center
23. Creative Writing: 72 Jurus Seni Mengarang
Penulis: Dra. Naning Pranoto, M.A.
Penerbit: PT Primamedia Pustaka (Kelompok Gramedia Majalah)
24. How to Write and Market A Novel
Penulis: R. Masrie Sareb Putra & Yennie Hardiwidjaja
Penerbit: Kolbu (MQS Publishing)
25. 7 Hari Mahir Menulis Buku Best Seller
Penulis: M. Mufti Mubarok
Penerbit: Mumtaz Media (Java Pustaka Group)
26. 88 Kiat Menjadi Penulis Hebat
Penulis: Syamsa Hawa & Irawan Senda
27. Menulis Itu Gampang
Penulis: Damien Dematra
Penerbit: Gerakan Nasional Menulis
28. 200 Ide Gila Menulis Buku
Penulis: Dewanto Nugroho
Penerbit: Salamadani
29. Saya Bermimpi Menulis Buku
Penulis: Bambang Trim
Penerbit: Kolbu
30. Terampil Mengarang
Penulis: The Liang Gie
Penerbit: Andi
31. A Million Miles In A Thousand Years
Penulis: Donald Miller
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
32. The Art of Stimulating Idea
Penulis: Bambang Trim
Penerbit: Metagraf (Tiga Serangkai Group)
33. Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi
Penulis: Wijaya Kusumah
Penerbit: PT Indeks
34. Be a Brilliant Writer, Kiat Sukses Menjadi Pendekar Pena
Penulis: Afifah Afra
Penerbit: Gizone Books (Imprint Indiva Media Kreasi)
35. TE-WE (Travel Writer): Being Traveler, Being Writer
Penulis: Gol A Gong
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
36. Genius Menulis: Penerang Batin Para Penulis
Penulis: Faiz Manshur
Penerbit: Nuansa Cendekia
37. Jadi Penulis? Siapa Takut!
Penulis: Alif Danya Munsyi
Penerbit: Kaifa (Kelompok Mizan)
38. Menulis di Blog Bisa Bikin Kaya
Penulis: Trio Sumawung
Penerbit: PT Indeks
39. Menulis untuk Dibaca: Feature & Kolom
Penulis: Zulhasril Nasir, Ph.D.
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
40. Bagaimana Cara Mengarang Novel
Penulis: Maria A. Sardjono
Penerbit: PT Pustaka Sinar Harapan
41. Menulis Super Cepat Secara Otodidak
Penulis: Reno Raharja
Penerbit: Laskar Askara
42. Kiat Sukses Sang Editor
Penulis: Jhoni Hari Santosa & E. Kosasih
Penerbit: Yrama Widya
43. I am A Writer: Panduan Pengembangan Diri
Penulis. Andrea Tejokusumo
Penerbit: Sunray Books
44. Becermin Lewat Tulisan
Penulis: Mathilda AMW Birowo
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
45. Guru Juga Bisa (me) Nulis
Penulis: Ismail Kusmayadi
Penerbit: Tinta Emas Publishing
46. Proses Kreatif Menulis Cerpen
Penulis: Hermawan Aksan
Penerbit: Nuansa Cendekia
47. Demi Pena dan Apa yang Mereka Tuliskan
Penulis: Muchtar A.F.
Penerbit: Yrama Widya
48. When Author Meets Editor
Penulis: Luna Torashyngu & Donna Widjajanto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
49. Duhai Perempuan Menulislah Agar Engkau Semakin Cantik
Penulis: Reni Nuryanti
Penerbit: Tiara Wacana
50. Kekuatan Pena
Penulis: Eko Prasetyo
Penerbit: PT Indeks
51. Penulisan Sastra Kreatif
Penulis: Heru Kurniawan & Sutardi
Penerbit: Graha Ilmu
52. Daripada Bete Nulis Aja!
Penulis: Caryn Mirriam-Goldgerg, Ph.D.
Penerbit: Kaifa for Teens
53. Taruhan Mewujudkan Tulisan
Penulis: Margaret Atwood
Penerbit: Jalasutra
Slamet dan Markumi, Potret Kemiskinan di Sekitar Kita
Slamet dan Markumi adalah sahabat saya di masa kecil yang kehidupannya membuka mata hati saya dan memperkenalkan saya pada pedihnya hidup sebagai orang miskin dan betapa berat berjuang melawan kemiskinan.
Pengalaman sehari-hari bergaul bersama dua sahabat ini menjadi kenangan tersendiri bagi saya, diwarnai kisah pedih kehidupan mereka dan indahnya persahabatan kami, yang di kemudian hari menyisakan pertanyaan besar bagi saya, mengapa begitu banyak orang hidup dalam kemiskinan justru di negeri Indonesia yang kaya-raya?
Slamet, secara alamiah menjadi sahabat karib saya setelah kami dipertemukan dalam pergaulan sehari-hari sebagai siswa pada sekolah yang sama, Sekolah Rakyat Kotabumi, Lampung Utara pada tahun 1960-an. Saat itu, kalau tidak salah, saya sudah duduk di kelas empat dan begitu juga Slamet.
Saya tidak ingat bagaimana persisnya pertama kali kami bertemu, tetapi yang jelas persahabatan kami begitu indah, tanpa jarak pembatas sama sekali, meski saya lebih beruntung karena terlahir dari keluarga pengusaha yang tentu saja hidup serba kecukupan, sementara Slamet, anak seorang janda miskin yang sehari-hari harus berjuang membantu ibunya untuk sekadar menyambung hidup dan membayar uang sekolah.
Suatu hari, saya melihat Slamet dan ibunya sedang menjual minuman teh di atas kereta api yang sedang bergerak dari Stasiun Kotabumi menuju Stasiun Ketapang. Saya sengaja mencari Slamet karena ia belakangan tidak masuk sekolah dan menemukannya sedang berjualan di atas kereta api. Ibunya sedang menawarkan dagangan ketika seorang pria muncul secara tiba-tiba di hadapan Slamet dan menyerangnya secara brutal. Dari mulut pria itu, saya dengar kata-kata kotor dan makian, sambil berkali-kali meminta Slamet membayar hutang.
Tentu saja saya terkejut melihat kejadian itu, saya ingin menyelamatkan Slamet dari pukulan pria itu, tapi tidak banyak yang dapat diperbuat bocah laki-laki seusia saya kecuali memekik, menjerit sekeras-kerasnya, supaya orang-orang di atas lorong kereta yang melihat kejadian itu menghentikan penganiayaan terhadap Slamet. Ibunya meratap pedih mendapati sang anak dipukul orang karena tidak dapat membayar hutang.
Saya merasa miris melihat kejadian ini -- seorang sahabat yang sehari-hari bersama-sama mengisi waktu istirahat sekolah dengan canda dan beragam permainan lucu -- di depan mata saya dipukul orang karena tidak dapat membayar hutang, sementara saya tidak berdaya untuk menolongnya.
Kesedihan saya terasa kian dalam merasuk ke hati, setelah mendengar cerita Slamet bahwa ia terpaksa meminjam uang dengan pria itu untuk keperluan mendesak membayar uang sekolah, oleh karena penghasilan ibunya tidak mencukupi untuk itu. Bahkan, uang pinjaman itu pun hanya bisa menutupi sebagian tagihan uang sekolahnya. Saya jadi tahu penyebab ia tidak masuk sekolah belakangan ini, oleh sebab tagihan uang sekolahnya belum terbayar.
Saya belajar dari kejadian ini, alangkah susahnya Slamet untuk bisa sekolah. Saya memang bocah yang awam dengan urusan hutang dan konsekuensinya bila tidak membayar hutang, tapi batin saya bertanya apakah Slamet yang malang harus mendapat perlakuan hina dan menyakitkan seperti itu. Di hadapan orang banyak dimaki-maki dengan kata-kata yang tidak pantas, diminta membayar hutang, lalu dihujani pukulan.
Lantas, hati saya tidak terbendung lagi, jiwa saya memberontak. Saya menjadi sadar, inilah kenyataan hidup yang dihadapi orang miskin dan saya harus berbuat, apapun bentuknya saya akan menolong sahabat saya Slamet.
Setelah pulang ke rumah, saya lantas melirik tabungan yang selama ini saya sisihkan dari uang saku pemberian orangtua setiap kali saya berangkat sekolah. Esoknya saya temui Slamet untuk pinjamkan uang agar ia bisa bayar utang dan bisa mengikuti pelajaran di sekolah kembali. Slamet terkejut dengan uluran tangan saya, matanya berkaca-kaca. Ia tidak bicara banyak, tapi saya tahu dalam hatinya ia mengucap kata terimakasih dan saya senang sekali membantunya, walaupun jumlahnya tidak seberapa.
Alhamdulilah, hutang Slamet dengan pria itu sudah lunas dan ia juga bisa kembali bersekolah. Setelah kejadian itu, setiap pagi Slamet dengan setia menunggu saya di depan rumah untuk sama-sama berangkat ke sekolah. Slamet dengan sukarela mendorong sepeda saya ketika kami sampai di jalan yang mendaki, sebaliknya setelah sampai di jalan datar dan menurun Slamet langsung loncat ke sepeda dan duduk di belakang saya. Sungguh indah persahabatan kami.
Tetapi belakangan Slamet tidak masuk sekolah lagi. Saya pikir ia mungkin menghadapi masalah di rumah atau di kereta api, tempat ia sehari-hari mendampingi ibunya berjualan selepas pulang sekolah. Setelah lama tidak ada kabar, saya datangi rumahnya dan Slamet tidak ada di rumah. Saya tanyakan pada ibunya yang sedang duduk termenung seorang diri di rumah mereka, yang sebenarnya tidak layak untuk disebut rumah.
“Bu, kenapa Slamet tidak masuk sekolah lagi? Slamet sedang ke mana?” tanya saya polos.
Ibunya menjawab dengan kalimat pendek ”Slamet wis entek, kelindes sepur. (Slamet sudah habis, terlindas kereta api)”. Saya terkejut mendengarnya, terdiam, dan bulir-bulir air mata saya memenuhi pipi.
Saya amat terpukul dengan “hilangnya” Slamet dari kehidupan saya secara memilukan. Yang menjadi sebab kesedihan saya, perjuangan Slamet untuk sekolah dan menyambung hidup harus berakhir di atas rel kereta api yang menelan hidupnya. Tapi yang menguatkan saya adalah keyakinan bahwa persahabatan kami yang indah itu tetap abadi.
Kisah persahabatan saya dengan Markumi tidak kalah mengharukan dengan cerita tentang Slamet. Bedanya Markumi, persahabatan kami terjadi karena sering bertemu di kebun dan bermain bersama. Markumi, sahabat saya, berasal dari Ogan Lima, sekitar 3 Km dari Kotabumi, Ibu Kota Lampung Utara.
Ia tinggal di sebuah gubuk bambu di dekat Sungai Way Umban. Markumi rela tinggal sendirian di kebun sepi bermodal cobek untuk menumbuk sambal dan panci serta jaring ikan. Ia harus jauh dari orang tuanya hanya karena di Kotabumi sajalah ada sekolah rakyat pada tahun 1960-an itu.
Persahabatan saya dengan Markumi diwarnai kenakalan layaknya anak-anak. Kami kerap mengisi waktu mandi bersama di sungai yang airnya masih sangat jernih, menangkap ikan, menyabut singkong dan lainnya.
Untuk dapat bertemu Markumi dan bermain di sungai, tentu saja saya harus diam-diam, tanpa sepengetahuan keluarga, jika tahu rencana saya yang sebenarnya ibu saya pasti tidak mengizinkan.
Setiapkali ibu bertanya pada saya buat apa membawa sebotol kecap? Saya akan menjawab: “Buat bikin masakan sama Ayuk, Mak,” jawab saya berkelit. Padahal kecap itu bekal untuk saya dan Markumi membakar ikan di pinggir sungai, setelah kami berhasil menjerat ikan dengan jaring. Biasanya kami akan mandi sepuasnya di sungai itu setelah acara makan ikan bakar. Sungguh pengalaman bersahabat dengan Markumi penuh kenangan indah.
Namun, entah mengapa belakangan Markumi tidak lagi muncul di sekolah. Ketika saya cari ke gubuk bambu tempat ia selama ini tinggal, gubuk itu sudah kosong. Markumi tiba-tiba hilang dari kehidupan saya sebelum kami bisa sama-sama membangun sukses dalam bisnis dan kehidupan. Saya selalu sedih kerapkali mengingat perjuangannya untuk sekolah, dengan segala keterbatasan hidup. Markumi tinggal di gubuk sendirian dengan makan dan minum seadanya dan bersekolah dengan keadaan serba minim.
Kehidupan kedua sahabat itu terus menyita hati dan pikiran saya, sejak kami bertemu dan sampai saya mendekati senja. Dua pelajaran yang dapat saya petik adalah kedua sahabat saya itu rela melakukan apa saja demi memperoleh pendidikan dan kehidupan yang layak.
Slamet dan Markumi adalah potret kehidupan kaum miskin di sekitar kita. Orang miskin yang hidup di negeri kaya yang semakin hari kian tersisih dari persaingan hidup. Mereka sungguh nyata ada, namun kerap dianggap tidak ada oleh kita. Mereka hanya ditemui ketika akan berlangsung pesta politik, sesudahnya hanya tinggal cerita. Mereka sering tidak dipandang dengan mata dan hati yang terbuka.
(Tulisan ini adalah bagian dari naskah buku “Hidup Miskin di Negeri Kaya: Catatan Pengalaman DR. H.R. MOCHTAR SANY F. BADRIE Presiden Direktur MS Corporation & Penggagas Gerakan SATMAKURA dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan” yang ditulis oleh Zulfikar Fuad dan akan diterbitkan oleh ANDALUCIA Publishing).
Langganan:
Postingan (Atom)