Cari Blog Ini

Kamis, 21 Juni 2012

Berada di Depan, Menerangi Bangsa


MENULIS jejak para tokoh adalah juga mengungkap sistem nilai masyarakat yang melahirkan tokoh itu. Sebab, para tokoh juga lahir dari masyarakat. Lingkungan pergaulan atau milieu memang selalu punya peran penting terhadap kualitas manusia yang lahir di situ.

Seperti misalnya Eropa. Kenapa di masa lalu benua itu amat banyak melahirkan filsuf, ilmuwan, seniman, dan kaum cerdik pandai? Untuk menyebut beberapa nama misalnya J.J. Rousseau, Niccolo Machiavelli, Charles Darwin, Copernicus, Rene Descartes, Voltaire, Francis Bacon, Albert Einstein, Sigmund Freud, Shakespeare, dan segudang nama lain lagi, lahir di benua itu. Lahirnya nama nama besar ini pastilah karena Eropa mempunyai milieu dan tradisi pendidikan yang berkualitas.

Di Indonesia, Sumatera Barat juga menjadi contoh yang menarik. Di masa silam geografi ini amat subur melahirkan tokok-tokoh besar baik di bidang politik maupun kebudayaan. Sebut misalnya, Haji Agoes Salim, Mohammad Jamin, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Sutan Takdir Alisjahbana, Buya Hamka, serta sederet nama lain lagi. Mereka adalah para tokoh yang berperan sebagai pemandu masyarakat.

Tetapi, ironisnya, kini di masyarakat kita justru ada semacam krisis keteladanan. Padahal, dari tokoh di masa silam kita tak kurang mempunyai contoh terbaiknya. Dari Bung Karno kita bisa belajar nasionalisme dan bagaimana ia menjaga martabat bangsanya, sehingga Indonesia punya wibawa di mata dunia. Dari Mohammad Hatta kita bisa belajar kesederhanaan, kesalehan, dan penghargaan terhadap pluralitas.

Dari wilayah politik, kita sungguh bisa belajar dari para tokoh yang menjadi pelaku demokrasi di era 1950-an, yang menurut banyak pengamat luar negeri sebagai masa paling menjanjikan dalam politik Indonesia. Sebab, di masa ini para politikus benar-benar belajar keras menjadi negarawan sejati. Mereka menjauhi perilaku korup. Mereka mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan. Mereka bisa sangat berbeda dalam berpolitik, tetapi tetap membangun hubungan kemanusiaan secara hangat!

Karena itu, tidak salah jika almarhum Daniel Lev, seorang Indonesianis kenamaan, menganjurkan dalam berpolitik bangsa Indonesia tidak usah berkiblat jauh-jauh ke Eropa atau ke Amerika. Ia menyeru agar bangsa ini mempelajari politik milik sendiri, yakni demokrasi tahun 1950-an yang bermutu tinggi. Ini artinya, kita sesungguhnya punya nilai-nilai keutamaan sebagai bangsa, tetapi sayang warisan bermutu itu kini dipinggirkan begitu rupa, bahkan dibuang ke tempat sampah. Para politikus hari ini justru kerap mempertontonkan perilaku yang amat menyakitkan rakyat.

Para tokoh, seharusnya memang berada di depan menerangi bangsanya.

Oleh: SURYA PALOH, CEO MEDIA GROUP

*) Tulisan ini dikutip sebagian dari buku “100 Tokoh Terkemuka Lampung”, penerbit Harian Lampung Post, dengan sedikit pengubahan pada judul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...