Cari Blog Ini

Rabu, 20 Juni 2012

Habibie Bapak Iptek Indonesia

Kehidupan Presiden Republik Indonesia ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie menjadi inspirasi bangsa kita: pelajar dan mahasiswa meneladani Habibie tentang bagaimana meraih prestasi puncak di sekolah dan kampus; orangtua menjadikan Habibie tokoh utama dalam cerita untuk menyemangati anaknya ketika belajar di rumah; pemerintah, masyarakat dan media kerap menyebut nama Habibie setiap berbicara tentang pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Menyebut nama Habibie dan membincangkan berbagai pencapaian dalam hidupnya seperti memberikan energi kolektif bangsa ini untuk melampaui keterbatasan dan tidak lagi mempertanyakan seberapa tinggi, seberapa jauh, seberapa besar, seberapa banyak dan seberapa agung hal-hal yang dapat dicapai manusia Indonesia.

Dalam suatu kesempatan memberikan sambutan penutupan pada acara Penataran Pedoman Pengamalan & Penghayatan Pancasila (P-4) di Gedung Pola, Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 Jakarta, di hadapan para peneliti dari LAPAN, BPPT, BATAN, LIPI dan BAKOSURTANAL, Habibie mengatakan, “Jika ingin menguasai teknologi, lebih baik sekalian kuasai teknologi yang paling sulit. Bila hal tersulit dapat dikuasai, otomatis teknologi yang tingkat kesulitannya ada di bawahnya akan gampang dikuasai. Mulai dari akhir, selesai di awal. Karenanya jika bangsa Indonesia mampu menguasai teknologi pesawat terbang, antariksa dan nuklir, niscaya teknologi pendukungnya seperti otomotif, elektronik, senjata, dan produk massal lainnya akan lebih mudah dikuasai,”

Semua orang yang berada di ruangan menyimak pernyataan Habibie dengan penuh kekaguman, bagaimana seorang Habibie, orang teknik yang kerjanya melototi kontruksi pesawat terbang dapat mengemukakan dengan gamblang pemikiran yang brilian seperti itu. Aris Wahyudi, salahseorang peneliti radar dari LAPAN yang berada dalam ruangan itu mengulas pidato Habibie — yang patut dikenang dalam sejarah pembangunan Iptek Indonesia — pada sebuah novel teknologi berjudul Von Braun Van Java (Aris Wahyudi: 2011).

Aris Wahyudi mengatakan, “Dengan metode menguasai teknologi ala Habibie ini, berarti  kita tidak perlu membuang banyak waktu, tenaga dan biaya untuk mencipta ulang roda, tapi langsung memanfaatkan roda tersebut untuk membuat kendaraan. Itulah yang dinamakan dengan teori ‘lompatan katak’ dari Habibie, sebuah strategi yang akan membuat bangsa Indonesia mampu mengejar kertertinggalan teknologi dari negara-negara industri”.

Sejak pidatonya itu, Habibie kemudian dikenal publik sebagai teknosof, seorang ilmuwan yang mampu secara mendalam memadukan teknologi dengan filosofi. Dalam pemahaman saya, apa yang  dlakukan Habibie lebih dari sekadar memadukan, tetapi juga memaknai proses penguasaan teknologi, sehingga dapat menemukan cara yang lebih singkat dan menggunakan teknologi secara lebih baik untuk kemajuan bangsa. Penjelasan Habibie “Mulai dari akhir, selesai di awal“ bukan sekadar gagasan, metode atau strategi, tetapi ini merupakan prinsip dasar dalam meraih pencapaian di semua bidang kehidupan secara lebih baik dan lebih cepat.

Sejak mengemukakan filosofinya itu di ranah publik, kita dapat menyimpulkan Habibie telah mencapai apa yang disebut oleh penganut sufi dalam Islam sebagai maqom makrifat atau kesempurnaan. Dalam konteks Habibie berupa kesempurnaan memahami prinsip dasar penguasaan pengetahuan dan teknologi.

Gagasan, metode, strategi dan prinsip dasar yang dikemukakan Habibie telah membuka mata hati kita semua dari selubung batas ruang dan waktu dalam hal penguasaan pengetahuan dan teknologi. Bahwa penguasaan pada hal-hal yang paling sulit akan memungkinkan kita menjangkau pengetahuan dan teknologi dalam semua tingkat kesulitan di bawahnya. Artinya, tidak ada batas pencapaian dalam Iptek, yang membatasi hanyalah daya kemampuan kita menjangkau pemikiran.

Dalam buku “Jejak Bintang di Angkasa” ini, Habibie adalah bintangnya dan ketinggian nilai pikiran Habibie adalah angkasanya. Bahwa semua yang dapat digambarkan dalam pikiran pada dasarnya memiliki energi untuk membentuk menjadi wujud fisiknya.

Kontribusi Habibie dalam hal memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi diakui para pemimpin dunia. Ratusan penghargaan dalam berbagai bentuk, baik disampaikan tertulis maupun lisan pada berbagai forum internasional telah memenuhi ruang kehidupannya. Tentu saja hal ini membanggakan, ketika salahsatu putera terbaik bangsa Indonesia tercatat dalam sejarah industri dirgantara dunia.

Sementara itu di dalam negerinya sendiri, Habibie kerap mendapat perlakuan negatif, cercaan di media dan serangan kaum politisi tanpa substansi yang mendasar. Rasa-rasanya bangsa kita tidak mampu menunjukkan rasa simpatik kepada seorang ilmuwan pejuang yang dengan keberhasilannya membangun industri dirgantara telah mengangkat Indonesia menjadi negara yang unggul dan berperadaban maju.

Oleh sebab itu, ketika Presiden RI Dr. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut Habibie sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) Indonesia pada pertemuan dengan civitas Akademi Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat Ilmu Pengetahuan Indonesia di Puspitek, Serpong, Tangerang, 20 Januari 2010, banyak orang seperti terheran-heran. Hal itu terasa wajar oleh karena sepanjang sejarah pemerintahan sejak orde baru sampai era reformasi belum pernah seorang presiden mengakui secara terbuka kontribusi Habibie dalam memajukan Iptek. “Kepantasan Habibie sebagai Bapak Ilmu Pengatahuan dan Teknologi karena sumbangsihnya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi diakui oleh dunia,” ujar SBY.

Pernyataan serupa dikemukakan SBY untuk kesekian kalinya pada berbagai kesempatan, baik acara formal maupun informal, termasuk ketika berakhir pekan di Istana Bogor pada 28 Januari 2012. “Kita menguasai Iptek dengan mengembangkan enterpreneurship yang di dalamnya termasuk technopreneurship. Itu harapan saya di negeri ini ke depan. Saya tentu memahami pandangan dan kebijakan Pak Habibie, Bapak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kita yang masih berupaya memajukan Iptek. Sampai sekarang saya masih sering berkomunikasi,” tutur SBY.

Setelah masa jabatan sebagai presiden berakhir, Habibie mengisi waktunya diantaranya dengan mendirikan The Habibie Center, yaitu sebuah pusat kegiatan diskusi, seminar, penelitian dan pengkajian mengenai HAM, hukum, sosial dan demokrasi. Ide pendirian The Habibie Center berawal dari rasa kecewanya saat pidato pertanggungjawabannya pada Sidang Istimewa MPR 1999 ditolak, namun semangat juang Habibie tak pupus, ia terus menyebarkan dan menumbuhkan semangat demokrasi melalui The Habibie Center. Para tokoh yang tergabung di The Habibie Center adalah intelektual yang menghormati kebebasan akademis yang mendedikasikan diri untuk kemajuan bangsa.

Kegiatan Habibie tidak hanya terpusat pada The Habibie Center, Habibie juga dipinang lembaga Inter Action Council, yaitu sebuah forum bergengsi yang beranggotakan para mantan pemimpin negara terpilih di seluruh dunia. Organisasi ini dibentuk tahun 1983 yang digagas oleh Takeo Fukuda, mantan Perdana Menteri Jepang periode 1976-1978. Forum ini dibentuk dengan tujuan mempertemukan para mantan pemimpin negara di dunia yang telah memiliki pengalaman dan pengetahuan langsung memimpin negaranya sehingga dapat berdiskusi mengenal masalah-masalah global, terkait kelangsungan hidup manusia. Habibie merupakan Presiden Indonesia satu-satunya yang terpilih menjadi anggota Inter Action Council ini. Dalam forum ini cocok buat Habibie yang selalu memikirkan keadaan bangsa baik di dalam dan luar negeri.

Penulisan biografi Habibie ini sungguh menantang, di tengah banyaknya buku kisah hidup Habibie yang beredar, tentu saya harus menyajikan dalam pendekatan penulisan dan sudut pandang berbeda. Sementara itu, menghadapi kenyataan minimnya waktu yang disediakan, serta terbatasnya sarana dan prasarana pendukung, mendorong saya menggunakan “energi Habibie” dalam upaya maksimal melampaui keterbatasan.

Saya merasa terpanggil memanfaatkan momentum ini untuk memberikan kontribusi, menuliskan sejarah pencapaian hidup seorang Habibie dalam rangka membangkitkan kepercayaan diri generasi muda bangsa untuk meraih prestasi di berbagai bidang kehidupan.

Habibie telah mendedikasikan hidupnya sebagai Maha Karya bagi dunianya, bangsanya, agamanya dan keluarganya. Belajar dari kegigihan Habibie, saya percaya siapapun kita, dari manapun asal-usul kita dan bagaimanapun keadaan kita sekarang, kita dapat mengikuti jejak Habibie, menjadikan hidup kita sebagai Maha Karya.

Buku ini ditulis dan diterbitkan untuk tujuan pendidikan karakter sebagai sumber inspirasi dan motivasi memacu semangat berprestasi bagi generasi muda bangsa di seluruh Nusantara. Dalam rangka memenuhi tujuan tersebut, Pusat Kurikulum dan Perbukuan Nasional memandu penulis agar membatasi ruang lingkup penulisan biografi dalam kurun waktu dari kelahiran hingga menjadi Presiden RI, sementara masa menjadi Presiden RI tidak ditampilkan panjang-lebar dengan pertimbangan  menghindari kontroversi yang kontraproduktif dari tujuan pendidikan karakter.

Oleh sebab itu, kepada pembaca penulis memohon maklum atas keterbatasan buku ini dikarenakan sejumlah peristiwa terkait tokoh utama tidak tercantum dalam buku ini, misalnya peristiwa  jajak pendapat  yang berujung pada berpisahnya Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan peristiwa kerusuhan Semanggi yang mewarnai pergolakan politik tanah air pada 1998.

Kepada adik-adik pelajar saya anjurkan baca buku ini dengan penuh gairah untuk meraih prestasi puncak di sekolah dan dalam kehidupan nyata. Saya yakin kalian akan menjadi Habibie berikutnya. Salam sukses selalu.

* Tulisan ini adalah pengantar buku “Jejak Bintang di Angkasa” Biografi Bacharuddin Jusuf Habibie yang ditulis Zulfikar Fu’ad atas penugasan dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...