Cari Blog Ini

Rabu, 20 Juni 2012

Kesederhanaan Hidup Mahatma Gandhi

Mahatma Gandhi, tokoh dunia penakluk kekerasan asal India itu memang sudah wafat 30 Januari 1948 silam. Akan tetapi kehidupannya yang penuh nilai-nilai keluhuran budi manusia tetap relevan, terutama bagi kita bangsa Indonesia yang mengalami krisis multidimensi. Kehidupannya yang sederhana itu penuh keteladanan.

Bahwa bicara hidup sederhana tidak bisa melupakan Mahatma Gandhi bukanlah sikap yang berlebihan. Itu karena kita, bangsa Indonesia, dihadapi kenyataan langkanya sosok pemimpin di sekitar kita yang hidup dengan sederhana.

Kita mengalami krisis keteladanan dengan ketiadaan pemimpin yang hidup sederhana, apalagi berharap menemukan seseorang yang menyerupai Gandhi, sang mahatma (Jiwa Agung), yang  lebih dari sekadar sederhana, ia juga mengorbankan dirinya dengan hidup ikhlas penuh penderitaan demi keberhasilan perjuangan melawan penjajah Inggris.

Selain dikenal sebagai tokoh penganjur perdamaian dan anti kekerasan, dunia mengakuinya sebagai pemimpin yang menghindari apa yang disebutnya sebagai kesenangan sesaat terhadap harta, kekuasaan dan wanita. Sikapnya itu tampak dari kehidupan kesehariannya hingga akhir hayat.

Gelar “mahatma” diberikan rakyatnya karena sikap hidupnya yang terpuji. Hal itu terwujud dalam pikiran, ucapan dan tindakannya yang satu kata dengan perbuatan. Dengan tubuh kecil, bergigi ompong dan tubuh hanya dibalut selembar kain putih, Mahatma Gandhi atau yang oleh bangsa India dipanggil bapu (bapak kecil), pemimpin Kongres Nasional India terbesar di India itu mengejutkan banyak orang di berbagai belahan dunia karena sikapnya yang tidak berubah, yakni menolak tawaran menjadi Presiden India setelah berhasil memperjuangkan kemerdekaan India. Ia juga menolak fasilitas negara yang diberikan kepadanya selaku pemimpin kongres.

Stanley Wolpert, penulis biografi Gandhi dalam bukunya Gandhi’s Passion, The Life and Legacy of Mahatma Gandhi  mencatan tokoh pemimpin berpengaruh di dunia itu selalu menolak bepergian dengan mobil. Ia kerap memilih berjalan kaki atau menumpang kereta kelas tiga. Ia tidak sedikitpun tergoda dengan harta ketika mendapati diri berada di puncak kekuasaan tertinggi di India.

Untuk menderita dan mengalami kehidupan sebagaimana kehidupan para petani dan orang tanpa kasta atau termiskin di India, Gandhi meninggalkan nasib baiknya terlahir sebagai anak seorang pejabat India yang secara ekonomi tergolong kaya. Ia meninggalkan rumahnya yang nyaman demi menikmati kehidupannya yang selalu berpuasa dan berkorban untuk kepentingan rakyat, sekalipun dengan perbuatan itu ia dianggap sebagai orang gila.

“Saya percaya bahwa jika India, dan kemudia seluruh dunia, ingin mendapatkan kebebasan yang sebenarnya, maka…..Kita harus pergi dan tinggal di desa-desa, di gubug-gubug, bukan di Istana,” pesan Gandhi suatu hari kepada Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru. Gandhi berusaha meyakinkan Nehru tentang pentingnya hidup sederhana.

Bagi Gandhi, hidup sederhana adalah jalan satu-satunya untuk menyelamatkan India dari kehancuran akibat perang dan perebutan kekuasaan. Gandhi menjalani hidup sederhana karena keyakinannya yang dalam akan manfaat hidup sederhana, baik bagi pribadi setiap orang, bagi sebuah keluarga, maupun bagi masyarakat bangsa di setiap negara di dunia. Pengaruh dari teladan hidup sederhana Gandhi telah mengakibatkan perubahan besar dalam pola hidup masyarakat India saat itu.

* Tulisan ini pernah terbit di Suratkabar ANALISIS edisi 19-31 Maret 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...