Cari Blog Ini

Rabu, 20 Juni 2012

PR Campaign: Pendekatan Penanganan Krisis Citra

Dewasa ini, muncul kesadaran bahwa peran public relations sangat strategis bagi perusahaan, lembaga pemerintah, organisasi dan tokoh (pemimpin politik/artis/pejabat dsb). Pada banyak kasus, terbukti kerja-kerja PR sangat menentukan maju-mundurnya pendapatan perusahaan, menentukan sejauhmana pemerintah mendapat dukungan masyarakat dan DPR/DPRD sehingga dapat bekerja melayani masyarakat lebih baik dengan kinerja pembangunan dan pelayanan administrasi pemerintahan. Selain itu, juga menentukan tingkat popularitas seorang pemimpin politik yang berujung pada iklim pembangunan yang sinergi dan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif.

Lebih dari itu, sewaktu-waktu peran PR justru dianggap paling penting di atas unit-unit atau departemen lain, terutama ketika perusahaan, lembaga pemerintah, organisasi atau seorang tokoh mengalami krisis citra, suatu keadaan di mana tingkat kepercayaan masyarakat/konsumen terpuruk drastis dikarenakan sebuah kejadian/peristiwa yang tidak diinginkan.

Misalnya, ketika sebuah hotel diberitakan negatif oleh media massa dikarenakan seorang tokoh pemimpin daerah ditangkap polisi di hotel tersebut saat pesta narkoba, atau ketika seorang gubernur kehilangan dukungan politik dari DPRD dikarenakan krisis politik perebutan jabatan para elit daerah, atau ketika seorang presiden diberitakan memiliki anak di luar nikah dan diketahui publik setelah anaknya sudah berusia 15 tahun.

Dalam kondisi krisis citra seperti ini, profesional PR berperan strategis mengelola isu yang berkembang. Memang tidak seorangpun, termasuk profesional PR mampu merubah atau mengendalikan kejadian yang menimpa klien, tetapi melalui pikiran jernih, tanggapan positif atas setiap peristiwa negatif dan berbagai pendekatan penanganan krisis citra, profesional PR dapat membantu memulihkan kepercayaan publik kepada klien.

Krisis ekonomi 1997 cukup menjadi catatan sejarah dan contoh pengalaman betapa kerja-kerja PR sangat menentukan dalam memulihkan kepercayaan konsumen pada perusahaan yang mengalami krisis citra. Dalam tempo beberapa tahun kemudian perusahaan bangkit dengan kinerja keuangan yang meningkat signifikan.

Ketika itu kebebasan pers baru digulirkan, media berubah menjadi kekuatan yang amat kritis dan independen, banyak perusahaan yang pada masa orde baru dibangun dengan pengaruh korupsi, kolusi dan nepotisme melalui pendekatan kekuasaan tiba-tiba bertumbangan setelah rentetan pemberitaan media yang membuat citra perusahaan terjun bebas dan berujung pada PHK massal karyawan, berlanjut dengan pengusutan keterkaitan perusahaan tersebut dengan korupsi penggunaan dana APBN. Tidak sedikit perusahaan yang tumbang, tetapi ada juga sebagian perusahaan yang berhasil melalui masa krisis berkat kontribusi peran profesional PR.

Meski demikian, sayangnya, belum banyak perusahaan yang menempatkan kedudukan PR sebagai struktur resmi perusahaan dan baru sebagian tokoh nasional yang menempatkan kerja PR sebagai staf khusus. Jadi, profesional PR kebanyakan dipakai hanya pada saat krisis terjadi. Padahal, pengelolaan citra adalah proses bekerkelanjutan, berdimensi jangka pendek dan panjang.

Posisi PR Manager dalam struktur manajemen perusahaan dan manajemen pribadi tokoh sangat berpengaruh terhadap pengelolaan informasi dan opini publik, serta kemampuan mencermati dinamika yang berkembang untuk mencegah terjadinya krisis citra.

Dalam manajemen perusahaan, posisinya yang jauh dari direksi, hanya sub bagian dari departemen membuat profesional PR tidak leluasa mengelola informasi dan menyampaikan kepada publik melalui media massa. Ini bisa berdampak buruk, karena keterbatasan informasi, wartawan mengorek informasi dari sumber alternatif yang justru tidak diinginkan perusahaan karena berpeluang kontraproduktif, membuat krisis citra kian berkepanjangan.

Intinya, kedudukan profesional PR dalam struktur manajemen perusahaan dan manajemen pribadi tokoh yang rendah membuat wewenangnya terbatas. Birokrasi yang panjang dapat menghambat kinerja profesional PR dalam mengambil keputusan strategis baik untuk mencegah terjadinya krisis citra maupun untuk menangani informasi ketika krisis citra terjadi. Idealnya, profesional PR ditempatkan dalam struktur manajemen yang memungkinkan berhubungan langsung dengan klien utama (pucuk pimpinan perusahaan atau tokoh atau pimpinan pemerintah atau pimpinan organisasi) setiap hari.

Penanganan Krisis Citra

Krisis citra dapat terjadi kapan saja pada perusahaan, lembaga pemerintah, tokoh, organisasi dan partai politik. Umumnya terjadi pada waktu yang tidak diharapkan/tidak bisa diprediksi, dalam situasi beragam dan dengan bentuk yang juga bermacam-macam. Apa yang harus dilakukan profesional PR dalam menghadapi krisis?

Pendalaman data dan fakta.
1. Secepatnya mengidentifikasi isu-isu yang menyebabkan krisis.
a. Opinion leader map analysis.
b. Media analysis.
2. Menyiapkan paket informasi untuk manajemen.
3. Membuat batasan isu dan dampaknya.
4. Memposisikan citra klien (perusahaan/pemerintah/tokoh/partai politik/organisasi).
5. Memetakan kebutuhan informasi media/konsumen/masyarakat.
6. Secepatnya menjadi sumber informasi yang terkini dengan menyiapkan paket informasi untuk media/konsumen/masyarakat.
7. Bila diperlukan menunjuk juru bicara tidak resmi.
8. Berkomunikasi secara aktif dengan media/konsumen/masyarakat.
9. Mengembangkan alternatif cara-cara yang kreatif dalam penanganan krisis citra sesuai karakter klien dan hubungannya dengan publik.

Kampanye PR

Kampanye PR pada hakekatnya adalah salahsatu tahapan dari penanganan krisis citra klien secara menyeluruh. Pada situasi biasa, di mana tidak terjadi krisis, kampanye PR berpungsi menjaga/memelihara/meningkatkan citra klien di mata publik.

Dalam hal ini, kampanye PR mencakup semua aktifitas yang pada prinsipnya berupaya memulihkan dan meningkatkan citra klien di mata publik/masyarakat. Diantaranya:

Menulis berita, opini atau karangan khas (feature) yang dapat meningkatkan citra klien.
Membuat berita wawancara dari narasumber luar yang dapat membangun citra positif klien.
Pendekatan pribadi dengan pejabat relasi klien untuk mengoptimalkan hubungan yang saling mendukung.
Mengelola agenda komunikasi klien secara rutin: pidato, seminar, memenuhi undangan dsb.

* Tulisan ini merupakan makalah yang disampaikan Zulfikar Fu’ad pada “Diklat Peningkatan Kualitas dan Produktifitas Tenaga Public Relations” di Bandar Lampung, 21-30 Nopember 2005, yang terselenggara atas kerjasama antara Kementerian Pariwisata, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Akademi Pariwisata SATU NUSA Bandar Lampung.         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...