Cari Blog Ini

Jumat, 22 Juni 2012

Berguru kepada Ramadhan K.H.

SEJAK kecil saya suka membaca. Membaca koran, buku, majalah, atau bacaan apa pun yang menantang dan menggerakkan pikiran. Namun—ini sebaiknya jangan ditiru—saya tidak suka membaca buku pelajaran sekolah atau buku komik, sebagaimana anak-anak pada umumnya. Itulah sebabnya, di sekolah saya tidak menonjol, baik dari segi prestasi belajar maupun kegiatan ekstrakurikuler.

Yang saya baca kebanyakan justru konsumsi orang dewasa yang termasuk kategori bacaan ”berat” seperti sejarah, politik, dan ekonomi bisnis. Kecenderungan ini ternyata ”berbahaya” karena membuat saya menjadi orang serius dan cepat dewasa sebelum waktunya. Saya menjadi penyendiri, introvert, dan suka kesunyian.

Menginjak masa SMA, saya makin sadar, dari sekian banyak bacaan yang saya baca, yang paling saya gemari adalah membaca profil tokoh di surat kabar dan buku biografi. Kehidupan, perjuangan, dan pemikiran para tokoh nasional dan internasional sangat menginspirasi dan menggerakkan pikiran saya.

Dari hanya membaca, kemudian berkembang hobi saya membuat kliping profil tokoh yang muncul di surat kabar. Kebiasaan baru pun bertambah dengan kegiatan mencatat peristiwa yang dialami tokoh-tokoh Indonesia dan luar negeri dalam buku harian.

Di usia dewasa, hampir setiap hari saya membaca buku biografi, baik yang ditulis oleh penulis Indonesia maupun luar negeri. Saya banyak membaca buku biografi karya penulis-penulis besar seperti Rosihan Anwar, Muhammad Hatta, Julius Pour, A. Makmur Makka, Ramadhan K.H., Michael H. Hart, Edward D. Said, Lambert Giebels, Robert Slater, John D. Legge, Alex Haley, M.A. Sherif, dan Riz Khan. Dalam setiap kesempatan, saya menuliskan catatan tentang kehidupan para tokoh dalam buku harian.

Singkat kata, di kemudian hari, sekitar tahun 2002, saya mendapat kepercayaan dari seorang tokoh untuk menuliskan riwayat hidupnya dalam bentuk buku biografi. Perjalanan hidup seorang tokoh daerah menjadi artis penyanyi yang kemudian populer di era 80-an dan mencapai puncak justru di panggung politik setelah terpilih menjadi kepala daerah. Ia berjasa memopulerkan lagu daerah dan lagu melayu ke tingkat nasional di TVRI sejak era tahun 80-an.

Jujur saja, saya sempat bingung ketika menerima tawaran itu. Saya tidak cukup memiliki keyakinan terhadap kemampuan diri saya. Dari tinjauan kapasitas pribadi, tidak ada alasan yang cukup bagi saya untuk menulis sebuah biografi. Saya sadar bahwa menulis buku biografi jauh berbeda dengan menulis berita untuk surat kabar, terutama sekali dari sisi proses kreatif penulisan serta pendalaman data kehidupan dan pemikiran tokoh.

Meski demikian, saya tidak lantas menjadi patah semangat. Karena saya ingin mempersembahkan yang terbaik buat buku biografi pertama yang akan saya tulis, maka saya putuskan lebih banyak belajar, membaca berbagai buku biografi, meneliti dan mempelajari proses penulisan biografi, serta berusaha mendapatkan bimbingan dari penulis biografi yang berpengalaman.

Dalam pikiran saya saat itu, satu-satunya cara menjadi penulis terbaik adalah berguru kepada penulis besar dan ternama. Minat yang tinggi untuk belajar menulis biografi membuat pikiran dan waktu saya ketika itu terkuras mencari cara: bagaimana bisa berguru tentang penulisan biografi kepada penulis biografi mumpuni di Indonesia. Siapa yang bersedia mendidik dan melatih saya?

Saya mendiskusikan hal itu dengan Hery Wardoyo, seorang rekan jurnalis. Kepada saya, ia merekomendasikan satu nama: Ramadhan K.H. Ia menyarankan saya berguru kepada Ramadhan K.H. atas pertimbangan bahwa beliau adalah sastrawan besar, penulis besar, penulis biografi paling produktif dan terkemuka di Indonesia, dan—menurut informasi—beliau sangat senang mendidik penulis-penulis muda seperti saya.

Nama Ramadhan K.H.dalam benak khalayak Indonesia memang identik dengan biografi. Pada mulanya ia adalah seorang penyair, yang kemudian menjadi wartawan dan penulis roman. Belakangan, ia dikenal sebagai perintis penulisan buku biografi dengan gaya penulisan roman. Bahkan, sejarah mencatatnya sebagai satu-satunya penulis terbaik Indonesia untuk jenis penulisan roman biografi.

Tak seorang pun dapat memungkiri, Ramadhan K.H. adalah penulis biografi Indonesia yang paling produktif pada abad ini. Setidaknya kisah hidup 30 orang tokoh terkemuka Indonesia sudah ditulis oleh Ramadhan. Mulai dari presiden, pengusaha, pejabat, jendral, hingga tokoh daerah, ia tulis dengan dengan gaya memikat, menyentuh, inspiratif dan berwarna.

Karya biografi Ramadhan yang semuanya ditulis dengan pendekatan orang pertama (autobiografis), memikat, dan menyejarah, antara lain: Kuantar ke Gerbang: Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno, Gelombang Hidupku, Dewi Dja dari Dardanella, Bang Ali: Demi Jakarta 1966–1977, dan Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.

Biografi yang ditulisnya menjadi rujukan banyak orang, baik dari dalam dan luar negeri. Bukan hanya karena nama besar tokoh yang ditulis atau peristiwa penting yang terkait tokoh tersebut, tetapi lebih karena model penulisan Ramadhan yang memikat. Hal yang membedakan karya Ramadhan dengan penulis biografi lainnya.

Setelah membaca profil Ramadhan K.H. di sejumlah media, saya menarik kesimpulan bahwa rekomendasi rekan jurnalis itu dapat dipertanggungjawabkan dan layak diikuti. Akhirnya, saya bertekad mendapat kesempatan berguru kepada sang Maestro Biografi Indonesia itu: Ramadhan K.H.

Tetapi, sebersit keraguan muncul dalam benak saya. Apakah mungkin saya berguru kepada Ramadhan K.H.? Apakah beliau berkenan mendidik dan melatih saya menulis biografi? Bagaimana cara dapat bertemu beliau?

Terlintas dalam pikiran saya, tentu saja tidak mudah bertemu seorang sastrawan dan penulis besar sekaliber Ramadhan K.H. Pasti beliau sangat sibuk dan tidak mungkin bersedia menerima saya yang hanya ingin belajar, dan jelas-jelas akan mengganggu kesibukannya. Apalagi, saya tidak akan mampu membayar guru privat seistimewa beliau.

Beruntung saya kenal dengan Ebet Kadarusman (alm), artis presenter yang pada era 90-an akrab disapa pemirsa di stasiun televisi dalam acara bertajuk ”Salam Canda”. Kebetulan, Kang Ebet menjadi narasumber wawancara untuk buku pertama yang saya tulis. Dari Kang Ebet-lah saya jadi banyak tahu tentang Ramadhan K.H.

Bahkan, saya sangat terbantu ketika Kang Ebet secara khusus menelepon Ramadhan K.H. untuk menyampaikan minat saya yang tinggi berguru menulis biografi kepada beliau. Gayung pun bersambut. Di seberang sana, Ramadhan menyatakan bersedia membimbing dan melatih saya. Ramadhan mengundang saya berkunjung ke rumahnya di Kawasan Bintaro. Undangan itu saya sambut dengan gairah menggebu dan tampaknya impian menjadi penulis biografi bisa jadi kenyataan. Pintu peluang dan kesempatan sudah terbuka lebar-lebar buat saya.

Tidak membutuhkan waktu lama, beberapa hari setelah undangan itu, tepatnya 2 Juli 2002, bersama Supriyanto, rekan wartawan, saya mengunjungi Ramadhan K.H. di kediamannya Jalan Puyuh Timur, Kawasan Bintaro Jaya, Sektor 5, Jakarta.

Ramadhan menyambut kami dengan penuh hangat. Saya menyampaikan keinginan berguru kepada beliau dan tanpa ragu beliau menyatakan persetujuannya. Ia membuka akses dan memberi waktu memadai buat kami yang ingin belajar menulis biografi. Dialog yang sangat bernilai tentang pelajaran menulis biografi pun berlangsung seru.

Kesimpulan saya saat itu, ternyata menulis biografi itu tidak mudah, bahkan boleh dibilang tidak semudah seperti seorang jurnalis membuat berita wawancara khusus dan profil tokoh untuk media cetak. Menulis biografi adalah menulis kehidupan, oleh karena itu banyak hal yang harus dimiliki oleh seorang penulis biografi.

Begitulah, sejak hari itu, saya resmi menjadi murid dan Pak Ramadhan juga resmi menjadi guru. Jiwa mendidik ternyata sangat mendarah daging dalam diri beliau, wajar jika telah banyak melahirkan penulis-penulis muda yang berbakat, produktif, dan terkemuka. Sebut saja misalnya Ratih Poeradisastra, Tatang Sumarsono, Abrar Yusra dan Ray Rizal.

Dengan penuh kesabaran, beliau menjawab pertanyaan kami satu per satu. Di lain kesempatan, beliau dengan teliti mengoreksi naskah buku biografi yang kami tulis dan menuntun kami menuliskannya dengan cara yang lebih baik. Pelajaran tentang teori dan praktik menulis biografi itu berlangsung dengan intens, sarat pencerahan, padat pengetahuan, dan melahirkan energi menulis yang luar biasa buat saya.

Ramadhan K.H. adalah pribadi unik. Orang Sunda yang memilih hidup sebagai biograf, pencatat dan perekam sejarah, tetapi selalu menjaga jarak agar tidak menjadi penafsir sejarah. Sudah menjadi sifat dasarnya, Ramadan K.H. selalu menghindari konflik, baik dengan pribadi maupun dengan institusi. Sekalipun demikian, pada saat-saat tertentu, ia tidak dapat menghindar untuk tidak menuliskan fakta-fakta sejarah dalam bentuk novel, yang sempat membuat penguasa gerah.

Setiap karyanya merupakan perpaduan tiga kapasitas intelektual dalam diri satu orang: wartawan, sastrawan, dan sejarawan. Integrasi ketiganya, ditambah totalitas dan pengalaman hidup, melahirkan puluhan karya biografi yang unik, memikat, dan menyejarah.

Hal mendasar yang diwariskan Ramadhan K.H. untuk sejarah penulisan biografi di Indonesia adalah dimensi kemanusiaan. Peletakan prinsip dasar manusia dan kemanusiaan menjadi pondasi setiap kegiatan penulisan biografi. Setiap manusia, siapa pun dia dan apa pun latar belakang kehidupannya, biografinya harus ditulis sebagaimana manusia apa adanya, seutuhnya, tidak lepas dari kodrat penciptaannya, yang disertai kelebihan dan kekurangan sekaligus.

Berkat didikan, arahan, bimbingan, dan latihan yang diberikan Ramadhan secara intens sepanjang tahun 2002-2003, saya berhasil menulis dua buku biografi, Simfoni Kehidupan Seorang Bupati: Dari Panggung Artis ke Arena Politik dan Si Bungsu Menjemput Masa Depan. Kedua buku tersebut mendapat sambutan pembaca cukup antusias. Komentar puluhan pembaca dari berbagai daerah memenuhi halaman pesan singkat telepon seluler saya. Moh Yahya Mustafa, wartawan Harian “Pedoman Rakyat” di Makasar mengirim surat elektronik kepada saya dan menyatakan tertarik mengikuti proses kreatif saya menulis biografi. Mulyadi Ogan, PNS Pemprov Lampung mengajurkan saya menulis kisah perjalanan hidup Siti Nurbaya, perempuan pegawai negeri yang meniti karir dari pegawai daerah hingga dipercaya menjadi Sekjen Departemen Dalam Negri dan Sekjen Dewan Perwakilan Daerah.

Demikianlah pengalaman saya berguru kepada Ramadhan K.H. Buku ini merupakan intisari pelajaran menulis biografi yang disampaikan oleh Ramadhan K.H.  kepada saya di sepanjang tahun 2002-2003. Saya tulis dan bukukan sebagai bentuk penghormatan kepada beliau, guru yang banyak mengubah jalan hidup saya, dari seorang jurnalis menjadi penulis biografi. Yang mengantarkan saya untuk peka menyelami setiap detak kehidupan.

Tidak mudah memahami secara persis bagaimana Ramadhan K.H. menulis biografi yang memikat dan menyejarah, apalagi menuliskan pengalaman berguru kepada Ramadhan ke dalam bentuk  buku panduan. Oleh karena itu, buku ini tidak lepas dari pengaruh subjektivitas saya dalam mempraktikkan pelajaran yang saya peroleh dari beliau dan pengalaman hidup saya yang jauh tidak sebanding dengan seorang Ramadhan K.H., yang hidup melintasi empat zaman sekaligus.

Saya menyesal baru mengenal Ramadhan K.H. justru setelah beliau sepuh. Saya tidak sempat menimba lebih banyak lagi ilmu dan pengalaman hidupnya yang melintasi periode-periode penting sejarah Indonesia.

Lebih menyesal lagi, karena keterbatasan, saya tidak dapat menjenguk ketika beliau sakit keras di Cape Town, Afrika Selatan. Karena sakit, saya juga tidak mendapat kesempatan mengantar beliau ke peristirahatan yang terakhir menuju Sang Pencipta. Beliau meninggalkan dunia fana pada 16 Maret 2006 pukul 08.30 waktu Cape Town. Semoga arwah beliau mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya. Amin.

***

Jujur saya harus mengatakan, langkah saya menulis buku Panduan Menulis Biografi boleh dikatakan sebagai nekat. Bayangkan, saya hanya seorang penulis biografi pemula yang belum banyak mengenyam pengalaman menulis biografi tokoh.

Lalu, mengapa saya memberanikan diri menulis buku Panduan Menulis Biografi?

Pertama, saya menulis buku Panduan Menulis Biografi untuk kebutuhan diri sendiri. Saya amat mencintai dunia penulisan biografi sejak tahun 2000 dan berusaha terus mendalami sepenuhnya, tetapi pada 2002 ketika seseorang meminta saya menuliskan kisah hidupnya, saya di hadapkan pada situasi kelangkaan ilmu menulis biografi. Ketika itu di negara kita belum ada satupun buku panduan menulis biografi yang ditulis oleh biograf Indonesia. Begitu berlimpah penulis biografi di Indonesia, baik yang berlatarbelakang sejarawan, jurnalis, akademisi, maupun penulis otodidak, tetapi anehnya–sekali lagi—tidak ada satupun buku panduan menulis biografi yang ditulis biograf Indonesia. Fakta ini mejadi tantangan belajar bagi saya dan memaksa saya mengambil keputusan berani berguru kepada Ramadhan KH, maestro biografi Indonesia pada 2002. Jadi buku ini awalnya hanya berupa kumpulan catatan dari pelajaran yang disampaikan Ramadhan KH kepada saya dan saya tulis menjadi buku Panduan Menulis Biografi mula-mula untuk kebutuhan diri sendiri.

Kedua, dalam perjalanan mengkaji ilmu Menulis Biografi, setiap kali saya mendapatkan hal-hal baru saya merasa tidak puas dan terus kekurangan. Lalu seorang guru bahasa Inggris mengatakan kepada saya, “Jika Anda ingin mendapat ilmu lebih banyak, jalan terbaik adalah belajar sekaligus mengajar. Belajar sambil menyebarkan ilmu kepada orang lain akan mendapatkan umpan balik berupa ilmu yang lebih banyak dan lebih mendalam. Itu hukum alam”. Prinsip ini menggelayuti alam pikiran saya. Sejak saat itu saya memberanikan diri menjalankan misi menyebarkan pengetahuan menulis biografi kepada siapa saja yang berminat, saya tidak merasa minder seberapa dikitpun ilmu yang saya miliki. Mula-mula dengan berbagi lewat perbincangan santai sampai menyebarkan fotokopian catatan pengalaman saya selama berguru dengan Ramadhan KH kepada teman-teman penulis dan jurnalis yang berminat.

Ketiga, sebagai pembaca buku biografi yang lahap, saya belajar banyak dari prinsip para pemimpin dan pelopor di berbagai bidang. Satu hal yang menjadi renungan saya adalah prinsip: “Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau tidak sekarang, kapan lagi?”. Di tengah ketiadaan buku Panduan Menulis Biografi di tanah air, berbekal prinsip ini saya memutuskan mengawali penulisan buku Menulis Biografi sebagai panduan. Saya pikir dengan menyebarkan pengetahuan, saya akan mendapatkan ilmu yang lebih banyak dan mendalam. Dan benar, setelah buku “Menulis Biografi” terbit pada 2008 saya mendapat banyak tanggapan dari berbagai pihak, pengetahuan baru yang saya peroleh pun terus berdatangan dan mengalir deras.

Keempat, buku “Menulis Biografi” sebenarnya lebih banyak berfungsi sebagai buku motivasi agar banyak orang tergerak menulis buku kisah hidup untuk tujuan menggapai hidup yang lebih baik. Sebagai buku motivasi, ia menyebarkan prinsip-prinsip dasar Ramadhan KH dalam menulis biografi. Sejauh ini, buku “Menulis Biografi” yang saya tulis pada 2008 dan buku “Menulis Biografi Ala Ramadhan KH” yang merupakan adaptasi dari buku  “Menulis Biografi” saya nilai belum cukup untuk dijadikan panduan praktis yang lengkap dan mudah bagi masyarakat luas. Keduanya baru berupa pintu gerbang untuk mengawali proses pembelajaran. Selebihnya adalah tanggungjawab para biograf Indonesia untuk ikut melengkapi dan menyempurnakan dengan menulis buku-buku Panduan Menulis Biografi yang lebih mendalam dan berwarna-warni sesuai latarbelakang ilmu, pengalaman dan keunikan pribadi masing-masing biograf. Dengan demikian, dunia penulisan biografi menjadi indah bagi kita dan bagi semua orang yang mencintainya.

Oleh karena itu, ketika Penerbit Emerson, Yogyakarta, menerbitkan buku “Bagaimana Menulis Biografi?: Persfektif Jurnalisme” karya Ana Nadhya Abrar (penulis dan dosen FISIP Universitas Gajah Mada) pada Desember 2010, saya merasa dunia penulisan biografi Indonesia menjadi berwarna seperti yang saya harapkan selama ini sudah mulai terwujud. Buku karya Bang Abrar ini amat lengkap dan mendalam, serta dapat dijadikan panduan praktis bagi siapapun yang ingin menulis kisah hidup dirinya atau kisah hidup orang lain. Saya merekomendasikan kepada pembaca untuk memilikinya dan belajar banyak dari beliau lewat bukunya. Teman-teman yang telah dan akan mengikuti Workshop Menulis Biografi yang diselenggarakan Lembaga Studi Biografi Ramadhan KH saya wajibkan untuk memiliki buku karya Bang Abrar ini.

Saya juga menyambut baik gagasan Bang Anab Afifi (penulis biografi) tentang pentingnya dibentuk Asosiasi Penulis Biografi Indonesia. Saya merasa terhormat atas ajakan beliau untuk ikut serta membidani lahirnya asosiasi yang akan memacu semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas karya buku kisa hidup yang ditulis biograf Indonesia. Tentunya akan memberi kontribusi pencerahan kepada bangsa yang kerap dilanda multikrisis; mulai dari krisis moneter, krisis ekonomi, krisis pangan, hingga krisis moral, krisis kepemimpinan, krisis identitas dan krisis integritas.

Harapan saya buku ini dapat mendorong banyak orang menulis biografi dalam rangka ikhtiar menjadikan hidup lebih bermakna, memberi sumbangsih sejarah dan upaya pencerahan dengan nilai-nilai keteladanan dan kearifan yang dapat dipetik dari setiap kisah kehidupan.

Salam sukses selalu.


Oleh: Zulfikar Fu’ad

* Tulisan ini dikutip dari buku “Menulis Biografi, Kiat Ramadhan KH Menulis Biografi yang Memikat dan Menyejarah” yang diterbitkan Pustaka Pelajar & LIFE STORY Publisher pada 2008.

* Zulfikar Fu’ad adalah penulis buku kisah hidup (biografi, autobiografi, memoar, succes story, dsb). Ia telah menulis kisah hidup banyak tokoh, termasuk biografi Presiden RI ke-3 B.J. Habibie (diterbitkan Puskurbuk Kemendiknas).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...