Cari Blog Ini

Jumat, 22 Juni 2012

Ramadhan KH: ”Saya Pesimistis dengan Kehidupan Sosial Politik”

RUMAH itu tidak terlalu besar, tetapi cukup mapan untuk ukuran hunian di ibu kota Jakarta. Membayangkan namanya yang sohor, memang bisa keliru jika hunian di bilangan Bintaro Jakarta Selatan milik Ramadhan K.H. Orang yang pernah menguliti jengkal demi jengkal kisah hidup seorang kepala negara ”paling sukses”, Soeharto, mestinya menempati rumah mewah di jalan protokol yang bernilai tinggi. Namun, itulah wartawan, sastrawan, dan penulis yang ideal: Ramadhan K.H.

Ketika rezim Orde Baru mulai merebakkan korupsi, kolusi, dan nepotisme ia bersuara lantang dengan dua karya sastra, yakni Ladang Perminus (1989), novel yang mengkritik tajam perilaku korup orang-orang yang mengelola Pertamina. Yang kedua, ”Enclave” (1997), cerpen yang membeberkan penguasaan tanah di Indonesia oleh orang-orang kaya dari luar negeri yang berkolusi dengan pejabat pemerintah daerah.

Pada hari ulang tahunnya ke-76, bagaimana seorang penulis empat zaman memandang hidupnya? Memandang Indonesia dalam kekinian? Berikut petikan wawancara dengan penulis buku Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, beberapa hari lalu.

Hikmah apa yang Anda peroleh dalam perjalanan hidup dan menggeluti dunia tulis-menulis?

Bahwa saya sudah punya dua anak dan mereka kelihatan baik-baik. Saya punya dua anak itu dalam keadaan dengan profesi saya sebagai penulis. Dan kalo penulis umumnya kan tidak banyak yang bisa hidup makmur. Paling-paling sederhana.

Empat rezim kepemimpinan Indonesia telah Anda lalui, bagaimana Anda memandang perjalanan bangsa ini?

Dibandingkan dengan waktu lampau, zaman permulaan revolusi, Orde Lama, dan Orde Baru, keadaan para pemimpin sekarang lebih parah. Dulu semasa Orde Lama KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) tidak separah sekarang.

Karya-karya Anda memberontak dan protes terhadap KKN, bagaimana itu bisa dituangkan?

Ada yang korupsi, tetapi kecil-kecilan. Itu sudah saya tuangkan dalam buku saya Royan Revolusi. Saya sudah melukiskan kejadian itu pada zaman tahun 50-an. Terus, berhasil lagi saya melukiskan Ladang Perminus pada zaman Orde Baru. Sekarang, baik terasa maupun dari bacaan, keadaannya (korupsi) lebih parah.

Lalu, sikap Anda sebagai penulis?

Sebetulnya saya sekarang dalam keadaan yang amat pesimistis walaupun otak saya mengatakan itu tidak boleh. Tapi sesungguhnya saya punya perasaan pesimistis benar dengan keadaan. Terutama keadaan kehidupan social politik.

Tetapi, saya tahu pikiran saya seperti itu tidak boleh. Jadi, saya suka mencari teman-teman atau kenalan-kenalan yang masih optimis supaya saya mendapatkan perlawanannya terhadap perasaan pesimistis itu.

Fenomena apa yang Anda tangkap dan kemudian terlukis dalam Royan Revolusi ketika itu?

Umum saja. Tapi ya latar belakangnya korupsi dan moral. Tapi, dibandingkan dengan sekarang, tampaknya sekarang lebih merajalela. Menurut saya, saya berhasil merekam sejarah sosial kita.

Apa kejadian sebenarnya di balik karya-karya novel yang Anda tulis?

Boleh dibilang itu kenyataan sebenarnya. Maka, saya angkat itu untuk dijadikan cerita fiksi yang sebetulnya latarbelakangnya kenyataan. Banyak yang begitu dari geneari saya. Pramudya, Mochtar Lubis, begitu. Dan lain-lain.

Tentu tidak mudah menyingkap kebenaran pada zaman Orde Baru, suka duka dalam proses penulisan dan risiko yang Anda alami?

Ah, saya tidak peduli waktu itu. Ladang Perminus juga sekian tahun untuk bisa terbit. Berputar-putar … putar … putar …. Tertahannya banyak. Barangkali ada enam tahun lebih. Saya lupa lagi. Lama sekali. Prosesnya kan kalo sudah mengendap dalam diri saya, saya tuangkan dalam tulisan, saya kirimkan ke majalah, dimuat, udah. Tapi saya tidak menghitung keadaan. Masa bodo keadaan. Mau apa-apa saya tidak risau. Tidak takut.

Anda mendapat tekanan atau teror setelah Ladang Perminus terbit?

Satu kali yang telepon ke rumah. Orang itu bilang ”Jangan berani-berani menulis begitu” dengan suara keras. Saya juga tidak jawab. Toh sudah terbit, ya udah. Itu terjadi setelah buku terbit.

Adakah sisi lain (yang mungkin negatif) tentang kisah autobiografi yang Anda tulis lalu dijadikan karya sastra?

Belum. Tapi saya diperkaya dengan menulis buku autobiografi orang. Pengetahuan saya diperkaya. Jadi wawasan saya bertambah.

Sebagai penulis biografi banyak tokoh Indonesia, pertama kali wawancara dengan Presiden Soeharto kesan apa yang Anda tangkap?

Ya, lancar-lancar saja. Yang mengagetkan adalah pada suasana yang amat menakutkan, sebagaimana perkataan orang-orang tentang Soeharto, saya sempat takut. Tapi begitu saya hadapi ternyata tidak. Justru ada senyum, basa-basi, permulaannya. Orang lain pada waktu itu banyak yang takut. Saya sebelumnya sudah takut untuk diajak itu (menulis autobiografi Soeharto). Malas. Wawancara pertama berlangsung di Jalan Cendana.

Apa yang Anda tanya?

Berurut mulai dari kelahiran. Wawancara berlangsung sekitar dua jam. Lalu, setiap minggu kemudian saya ajukan pertanyaan saya lewat G. Dwipayana. Dari dia, saya dapatkan jawabannya.

Dalam hal menulis autobiografi, tentu banyak koreksi, bahkan kisah of the record. Bagaimana Anda menyiasati, terutama kisah Pak Harto?

Tidak ada. Kan saya tidak selalu adu-hadapan. Hanya dua kali adu-hadapan. Satu kali permulaannya, kedua kali di Tapos, hampir dua jam. Walaupun sudah ada rekaman, boleh dibilang baru permulaan sekali.

Bagaimana hubungan Anda dengan Soeharto sebelum dan sesudah Anda menulis autobiografinya? Dan sebelum atau sesudah Soeharto menjabat presiden?

Enggak. Saya tidak kenal dia.

Sejauh mana Anda ”memperlakukan” kisah autobiografi Soeharto itu sebagai bagian dari kelengkapan episode sejarah Indonesia?

Bagaimanapun, dia pernah berkuasa lama. Buku itu yang menjadi bahan studi rang-orang di luar negeri. Buku itu yang antara lain dipakai peneliti tentang Indonesia di luar negeri. Buku itu selalu disebut-sebut.

Oleh: Zulfikar Fu’ad

(Wawancara khusus Zulfikar Fu’ad dengan Ramadhan K.H. di kediaman Kawasan Bintaro, Jakarta Selatan medio Oktober 2002, diterbitkan harian Lampung Post-Media Group pada Minggu 30 Maret 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...